Sehabis sholat fardu yang bacaannya dikeraskankan (jahar), yaitu subuh, magrib dan isya, kebiasaan di masjib Abu Dzar Al Ghifary Ponpes Al Husainy Kota Bima, setelah do’a bersama, adalah membaca suratul Fatihah secara bersama sama dan dipandu oleh sang Imam. Imam sholat adalah para santri senior yg qori dan hafiz yg telah menjadi pengajar. Sesekali diimamin juga oleh ketua ponpes, KH. Drs. Ramli Ahmad, MAP.
Dulu, saya kira, kebiasaan itu dikhususkan untuk para santri dan santriwati, ternyata tidak. Karena dalam kondisi para santri dan santriwati yang diliburkan karena pandemi covid19, ternyata kebiasaan itu tetap dilakukan pada para jamaah masjid yang terdiri dari warga masyarakat yang tinggal di sekitar pondok, termasuk saya sendiri.
Ada tanya yang bergelayut dalam pikiran saya. Kenapa pimpinan pondok melakukan kebiasaan itu. Tak ada penjelasan kepada kami sebagai jamaah. Hanya dikomando saja saat selesai berdo’a, sang imam membaca suratul fatihah yg diikuti para jamaah.
Saya mencoba mengelaborasi kebiasaan itu bahwa itu adalah sesuatu yg penting.
*

Alfatihah, adalah surat pertama dalam kitab suci Al Qur’an. Surat Al fatihah ini memiliki beberapa nama julukan. Salah satunya adalah ummul kitab. Surat Al Fatihah ini juga adalah semacam muqadimah dari Al Qur’an. Karena kedudukannya yang utama, maka Al Fatihah itu menjadi bacaan yang menjadi rukun dalam sholat. “Tidak sah sholat seseorang tanpa membaca Al Fatihah”, demikian salah satu hadist Rasulullah salallahu Alaihi wassalama menegaskan tentang kedudukan surat Alfatihah.
Surat Alfatihah, yang pernah saya dengar dari ustadz KH. Fitrah Abdul Malik pada suatu kesempatan mendengar penjelasan beliau, juga memiliki julukan “tujuh yang berulang ulang”. Tujuh yang berulang ulang maksudnya adalah tujuh ayat yang sering dibaca berulang kali.
Dalam Al Qura’an, dari beberapa terbitan yang ada di Indonesia, ayat basmalah, merupakan ayat pertama dari suratul fatihah. Tapi ada pendapat lain, bahwa basmallah, bukan merupakan ayat pertama. Hamdallah lah yg menjadi ayat pertama. Wallahualam.
Beberapa kekeliruan yang sering dilakukan oleh kita adalah memenggal suratul fatihah “seperti” menjadi delapan (8) ayat. Kok, bisa?
Begini uraian kekeliruan kecil yang tak disadari itu.
Apabila kita membaca alfatihah dengan mengeraskan (djahar) bacaan basmallahnya, maka pada pertengahan ayat yang ketujuh, sirrotoladjina an’amtaalaihimghairilmagduubialaihim…. Itu tidaklah boleh dipenggal. Tapi bila basmallah dibaca pelan (Syiir), maka pada an’amtaalaihim – ghairilmagduubialaihim…itu mesti dipenggal menjadi dua ayat, sehingga Alfatihah tetap tujuh ayat. Seringkali kekeliruan yang terjadi adalah, setelah bacaan basmallahnya di keraskan, maka ayat ketujuh itu dipenggal lagi menjadi dua. Maka al fatihah menjadi terdengar seperti delapan (8) ayat.
Maka dengan itu, kebiasaan membaca alfatihah secara bersama sama di masjid Abu Dzar Al Ghifary ponpes Alhusainy Kota Bima itu adalah untuk dapat lebih memperbaiki lagi bacaan alfatihah para jamaah agar tidak lagi melakukan kekeliruan kecil itu apabila saat melakukan sholat sendirian atau berjamaah di rumah dan menjadi imam bagi isteri dan anak-anak.
Wallahualam.
Semoga bermanfaat.
Rashid Harman
Juni2020